jump to navigation

Musik itu bahasa emosi July 16, 2015

Posted by quicchote in Uncategorized.
add a comment

Musik adalah bahasa ekspresi emosi. Manusia mengutarakan pikiran dengan kata-kata, namun meng-ekspresi-kan rasa dengan nada-nada yang (terkadang tak mesti) menyuarakan kata-kata tersebut. Nada adalah kata, untai melodi adalah kalimat. Untai-untai melodi tersebut memiliki tema “rasa” tertentu yang kemudian meng-ekspresi-kan apa rasa yang ingin tersampaikan melalui kalimat-kalimat melodis itu. Tema tersebut merupakan harmoni nada-nada yang musik modern Barat bisa menyebutnya sebagai chord, kunci. Lagu adalah uraian naratif ekspresi emosional. Di dalam lagu, berbagai chord digunakan sebagai alinea-alinea yang menceritakan dinamika yang ingin dikisahkan. Alur dan plot ini, oleh tradisi musik Barat, dikenal sebagai chord progression, jalur kunci lagu. Ekspresi rasa emosional yang ingin diekspresikan tertuang sebagai melodi nada-nada. Lagu adalah cermin kompleksitas ekspresi emosional penggubah yang mendapat resonansi dari pendengarnya. (more…)

Mendengar Sujiwo Tejo dalam Rahvayana June 6, 2014

Posted by quicchote in modern-pop, romantik, tematik.
1 comment so far

Capture

“Rahvayana” bukanlah epos Ramayana. Itu ditegaskan oleh penulisnya di halaman pengantar sebelum masuk ke bab pertama dari buku yang menyertai cakram keras yang berisikan audio musikalitas Rahvayana itu, “…yang menulis di buku ini belum tentu saya, sebab Rahwana tak mati-mati. Gunung kembar Sondara-Sondari yang menghimpit Rahwana cuma mematikan tubuhnya semata…”. Mendengar Rahvayana sebenarnya adalah mendengarkan Ki Dalang Sudjiwo Tedjo yang bernarasi tentang petualangan intelektualnya yang mengarungi benturan filsafat modern barat dan filsafat ketimuran jawa, mengalami sendiri gelombang aras akor musik barat dan pola harmonisasi musikal ketimuran, hingga menyaksikan berdentumnya epistemologi dan pragmatisme kehidupan kemasyarakatan Indonesia hari ini. Mulai dari kisah hingga corak musikalitas yang diperdengarkan, ini jelas bukan tradisi apolonian, tapi tak pula dengan gampang bisa disebut dyonisian. Rahvayana memperdengarkan kata yang menjadi nada, dan nada yang menjadi kata. Buku yang hadir bersama CD Audio berusaha membujuk “jancukers”, demikian follower-nya menyebut diri, untuk melihat manuskrip dan musik Rahvayana sebagai kemanunggalan yang simultan. Catatan ini membaca hal itu, melihat dari luar sebagai penikmat karya yang menarik ini. (more…)

“Negara Jaya” gubahan Liberty Manik November 11, 2013

Posted by quicchote in archipelagic, romantik, tematik.
add a comment

174891_126958527399713_3828324_n

Ada keuntungan punya kerabat saudara intelektual hebat, seperti Liberty Manik (1924-1993), komponis tanah air yang di sepanjang sejarah revolusi fisik Indonesia melahirkan karya-karya dan gubahan lagu yang berkontribusi pada perjuangan kemerdekaan dan pembentukan negara Indonesia. Keuntungan itu adalah kesempatan membongkar-bongkar arsip-arsip peninggalannya, yang tentu tak mudah diakses publik. (more…)

Lagu pop yang makin mendayu-dayu & meng-eksplorasi rasa sedih June 29, 2011

Posted by quicchote in modern-pop, tematik.
4 comments

Lagu pop modern senantiasa berkisah tentang perasaan hati. Ia menggelitik emosi melalui nada dan lirik. Pendalaman penelitian tentang emosi  (perasaan hati) yang direpresentasikan oleh sebuah kata (teks) telah memungkinkan kita untuk mengamati, sejauh mana akuisisi sebuah produk teks/liris terkait dengan satu makna emosi tertentu. Menarik ketika kita mendapati bagaimana hampir satu dekade belakangan ini, pemilihan kata dalam komposisi liris lagu-lagu kita makin mendayu-dayu dan cenderung kurang mengumbar “rasa senang”?! (more…)

Inspirasi dan Proses Kreatif Musik Generatif July 16, 2010

Posted by quicchote in archipelagic, modern-pop.
comments closed

Tidak ada satu musisi atau komponis musik yang hanya pernah mendengar satu genre musik saja. Semakin banyak genre dan jenis musik yang pernah didengarkan oleh seorang musisi, cenderung karya-karya yang dihasilkannya pun semakin tinggi variasinya, yang pada gilirannya merefleksikan kreativitasnya yang makin tinggi. (more…)

Nina Bobo bukan hanya untuk bayi? April 26, 2010

Posted by quicchote in modern-pop, romantik, tematik.
comments closed

Mungkin lagu yang pertama kali kita dengar ketika lahir sebagai manusia ke muka bumi kepulauan nusantara ini adalah lagu, “Nina Bobo“. Kita akan teringat dengan liriknya,

nina bobo, oh, nina bobo
kalau tidak bobo, digigit nyamuk
bobo-lah, bobo, adikku sayang
kalau tidak bobo, digigit nyamuk…

Namun sejarah panjang peradaban manusia hingga kehidupan modern dan industrial saat ini, pada dasarnya membuka tabir bahwa kita menyanyikan Nina Bobo bukan hanya untuk anak bayi kita, tapi juga justru memiliki fungsionalitas psikologis yang diperuntukkan untuk yang menyanyikannya. Tak hanya bagi ayah atau ibu yang hendak menidurkan anak-anaknya, namun juga bagi semua individu manusia yang senantiasa pernah letih, lesu, namun tak kuasa memejamkan mata untuk meng-istirahatkan tubuh dan pikiran…

(more…)

Tari dan lagu cinta bersemi… March 3, 2010

Posted by quicchote in modern-pop, romantik.
comments closed

Bizet terkesan dengan kebebasan yang tercermin dalam tarian Havana. Ketuk-ketuk irama tarian menjadi alunan nada bas melompat-lompat yang menggambarkan kebebasan akan cinta khas gypsi yang menjadi ruh dari seluruh lagu Habanera. Gita Gutawa juga melompat riang dengan melodi dan irama yang sama, juga mengumandangkan cinta yang bersemi. Namun sebagaimana ditulis oleh Melly Goeslaw untuknya, cintanya tak bicara kebebasan, tetapi lebih pada ekspresi bahagia akan harmoni cinta yang dirasakan. Perspektif yang berbeda: di Perancis abad ke-19 dan Indonesia abad ke-21, namun tetap menarikan tarian bebas yang gembira dengan irama orang-orang tradisional Havana, Kuba.

(more…)

Membiarkan “The Rolling Stones” menikmati “Gurame Edan” April 5, 2009

Posted by quicchote in archipelagic, modern-pop, tematik.
comments closed

geMalam itu Yoga, Nedi, dan kawan-kawannya memanggil seorang perempuan cantik nan genit penanti bar lewat lagu The Rolling Stones, “Honky-Tonk Woman“. Tapi bukan kaki yang diangkat dan tongkat mikrofon dilenggakkan sebagaimana lagak panggung Mick Jagger yang tampil di situ. Penonton yang ingin latah ikut berjoget, tapi bukan gerakan disko yang terkuak, melainkan joget seolah mereka mendengar langgam keroncong riang. Gurame Edan, kelompok musik keroncong nyeleneh itu, menumbuhkan dengan subur “Honky-Tonk Woman” dalam nuansa keroncong. Benar-benar santapan yang menunjukkan luasnya khazanah musik yang nikmat dan …edan!
(more…)

Kemudaan dalam Tematika Musikalitas Pop October 22, 2008

Posted by quicchote in modern-pop, tematik.
comments closed

Musik pop adalah musiknya anak muda. Pop berarti populer, ia tersuarakan dalam lirik yang berusaha mewakili suara mereka yang tergolong muda dan sekaligus pasar industri musik, sayatan melodi dalam cabikan senar gitar, genderang drum yang cepat dan dinamis bahkan dalam hentakan (baca: beat) dan irama, dan belakangan melalui teknologi sinkronisasi frekuensi-ritme dengan bantuan devais elektronik dan komputer. Anak muda tersuarakan dalam musikalitas pop yang digandrunginya, namun bagaimanakah musikalitas yang menjadi ikon sub-kultur muda ini berbicara tentang kemudaan itu sendiri? Lebih jauh, menjadi tua adalah sebuah takdir yang merupakan dinamika berfungsi waktu. Tanpa sadar, menjadi tua adalah hal yang tak diinginkan karena secara representatif, ketuaan memberikan asosiasi akan stagnasi, anti-dinamika dan perubahan, dan rendahnya progresifitas.

Terdapat beberapa lagu yang secara liris bertema tentang apa yang dipandang sebagai muda kontras atas kenyataan bahwa kemudaan tersebut terkait dengan usia dan semangat. Bahkan frasa “Forever Young” sangat banyak digunakan sebagai judul lagu. Sebuah keinginan untuk menjadi muda tentu karena kemudaan memiliki sifat-sifat yang ignin senantiasa dipertahankan, namun secara natural seringkali akhirnya kandas dan hilang seiring bertambahkan usia. (more…)

Mendekode emosi “Udara pada Senar G” August 9, 2008

Posted by quicchote in baroque, modern-pop.
comments closed

Lagu ini telah hampir-hampir menjadi banal saat hari ini kita berusaha meng-apresiasinya. Ia telah sering menjadi ringtone di dunia hiper-real di tengah bit-bit informasi yang membludak membanjiri relung-relung artifak telepon selular kita. Udara adalah perlambang kebebasan, atau setidaknya keinginan untuk bebas dari kungkungan. Di hemisfer utara planit ini, dan mungkin juga di antara kita kini, udara menyimbolkan dinamika yang kuat. Namun kebebasan sedinamis udara pun justru seringkali merupakan kungkungan: orang justru bisa menjadi merasa bebas ketika kasih sayang menjadi terali penjara. Setelah lebih dari tiga abad, karya seni musik berupaya membedah tendensi lagu ini: sadar atau tidak sadar. Sebagaimana fisikawan Blaise Pascal selalu mengatakan: hati memiliki cara berfikir yang tak dimiliki otak, maka estetika juga dapat menyingkap motif logis dengan cara yang menawan…

(more…)